KETERKAITAN ANTAR UNSUR LAHAN SAWAH LEBAK


KETERKAITAN ANTAR UNSUR
A.     Unsur-Unsur Penting Agroekosistem Berkelanjutan Lahan Sawah Lebak
Keterkaitan antar unsur dalam sistem pertanian berkelanjutan sawah lebak merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui apa saja pengaruh antar unsur penting dalam kegiatan budidaya yang dilakukan. Secara umum komponen agroekosistem terdiri dari dua komponen yang merupakan unsur penting, yaitu unsur biotik dan unsur abiotik, dimana kedua komponen tersebut saling berhubungan dan terkait. Dalam agroekosistem sawah lebak tentu juga terdapat kedua komponen tersebut. Berikut merupakan komponen komponen biotik dan abiotik yang menjadi unsur penting pada agroekositem sawah lebak.

apa saja pengaruh keterkaitan dalam unsur
 Gambar. Agroekosistem Sawah Lebak
1.      Unsur Biotik
Unsur biotik adalah unsur yang terdiri dari bagian yang berbeda secara langsung atau tidak langsung dengan unsur (komponen) lainnya., baik dengan unsur biotik atau dengan unsur abiotik. Komponen (unsur) biotik yang ada pada agroekosistem sawah lebak adalah manusia, tanaman padi, tanaman palawija, Organisme Penggangu Tanaman (OPT), burung dll. Masing-masing dari komponen akan memberikan  pengaruh dan akan makna bagi berjalannya siklus energi yang ada dalam ekosistem sawah.
2.      Unsur Abiotik
Unsur abiotik merupakan komponen yang berkebalikan dengan unsur biotik. Unsur ini terdiri dari  sesuatu yang tidak hidup dan merupakan bagian dari alam yang turut mempengaruhi berjalannya siklus energi yang ada di agroekositem sawah lebak. Unsur abiotik yang berada di sawah yaitu cahaya matahari, udara, iklim, suhu, air, garam, tanah dan batu. Sebagian besar unsur abiotik bervariasi dalam ruang dan waktunya, unsur abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan faktor yang mempengaruhi distribusi organisme.
B.     Keterkaitan Antar Unsur Agroekosistem Berkelanjutan Lahan Sawah Lebak
Ekosistem merupakan keterkaitan atau interaksi antarunsur dalam suatu lingkungan tertentu begitu pula yang terjadi pada agroekosistem sawah lebak. Unsur biotik dan unsur abiotik saling berinteraksi pada lingkungan sawah baik interaksi yang menguntungkan kedua belah pihak maupun interaksi yang hanya menguntungkan salah satu pihak atau satu unsur saja.
1.      Keterkaitan Antar Unsur Biotik
Unsur biotik yang satu dengan unsur biotik yang lain saling berhubungan atau saling berinteraksi membentuk suatu siklus energi yang kita temui dan kita nikmati setiap harinya. Misalnya interaksi antara manusia dengan tanaman padi. Interaksi yang terjadi tersebut merupakan sebuah bentuk interaksi yang saling menguntungkan. Manusia membantu padi untuk meningkatkan jumlah produksinya dengan memberi pupuk, melakukan pemberantasan OPT, mengolah lahan dengan baik dan masih banyak lagi. Sedang sebagai timbal baliknya padi atau jenis tanaman lain yang ditanam akan menghasilkan jumlah produksi yang sepadan dengan apa yang telah diusahakan para petani sebelumnya. Selain manusia dengan tanaman produksi seperti padi, terjadi pula interaksi antara tanaman produksi dengan OPT. Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) sesuai dengan namanya akan mengganggu dan bersifat kompetitif terhadap tanaman produksi. OPT yang dapat kita temui dalam agroekosistem sawah ini adalah tikus, ulat kecil, gulma seperti rumput liar. Setiap OPT itu pun memiliki bentuk penanganan yang berbeda-beda untuk membasminya. Penanganan OPT ini dilakukan oleh manusia agar tanaman produksi tidak terganggu pertumbuhan dan perkembangannya.
2.      Keterkaitan Antar Unsur Abiotik
Komponen abiotik merupakan komponen dasar yang membentuk suatu ekosistem, khususnya pada agroekosistem sawah yang menjadi tempat observasi. Interaksi yang terjadi antar komponen biotik ini dapat kita lihat dari interaksi antara tanah dengan air, tanah dengan sinar matahari, air dengan sinar matahari dan beberapa bentuk interaksi lain. Interaksi antara tanah dengan air merupakan salah satu bentuk kerjasama yang menguntungkan sebab tanah sangat membutuhkan air terlebih lagi keadaan tanah sawah itu harus selalu tergenang air.
3.      Interaksi Antara Unsur Biotik dan Abiotik
Interaksi antara komponen biotik dan abiotik di sawah dapat kita lihat dari interaksi antara tanah dengan tanaman produksi. Tanah merupakan media tanam yang penting di sawah sebab tanaman produksi seperti padi, palawija dan beberapa jenis sayuran membutuhkan unsur hara yang terdapat di dalam tanah. Selain membutuhkan tanah, tanaman produksi juga membutuhkan air agar siklus hidup atau metabolisme yang ada di dalam tubuh tanaman tetap berjalan. Tanaman-tanaman tersebut juga sangat membutuhkan sinar matahari dalam proses fotosintesis. Sebab tanpa sinar matahari, tanaman tidak akan dapat berfotosintesis dan menghasilkan energi.

C.     Upaya Pengembangan Agroekosistem Berkelanjutan Lahan Sawah Lebak
Lahan sawah lebak merupakan salah satu wilayah pengembangan pertanian masa depan dan yang perspektif. Agroekosistem rawa lebak mempunyai sifat, ciri dan watak yang khas dan unik dibandingkan dengan agroekositem lainnya. Pengembangan agroekosistem lahan sawah lebak diperlukan upaya atau strategi dalam melaksanakan program-program dan tentunya ada kendala-kendala yang harus diatasi sebagai berikut.
1.      Rekomendasi Teknologi Produksi Spesifik Lokasi
Secara teknis teknologi usaha tani yang diterapkan petani masih belum mampu menekan biaya produksi. Masih rendahnya produktivitas usahatani yang dikembangkan oleh petani di daerah ini disebabkan oleh masih besarnya kehilangan hasil akibat adanya Organisme Penganggu Tanaman (OPT). Teknologi usahatani yang lebih efesien dan ekonomis belum dipraktekkan oleh petani di daerah ini disebabkan mereka belum mempunyai pengetahuan mengenai teknologi inovatif yang tersedia.
2.      Peluang Inovasi
Untuk dapat meningkatkan produktivitas usahatani dan pendapatan petani di daerah lahan sawah lebak diperlukan upaya-upaya perbaikan yang meliputi penyediaan infrastruktur pedesaan yang baik, introduksi teknologi inovatif serta pembentukan dan pemberdayaan kelembagaan pendukung usahatani di pedesaan
3.      Ketersediaan Teknologi
Lahan sawah lebak mempunyai prospek yang cukup baik untuk menjamin swasembada pangan nasional apabila dikelola dengan menggunakan teknologi yang tepat. Teknologi  utama yang telah direkomendasikan antara lain varietas unggul, penataan lahan, komoditas, pemupukan dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
4.      Varietas
Pemilihan varietas yang cocok (sesuai) merupakan komponen penting dalam mendukung keberhasilan. Sejumlah varietas unggul nasional yang telah dilepas dan sesuai untuk dibudidayakan di sawah rawa lebak cukup banyak. Varietas unggul padi rawa lebak yang telah dilepas antara lain Barito, Siak Raya, Lambur, Mendawak, Indragiri, Punggur, dan Inpara 1-5.
5.      Penataan Lahan
Lahan rawa sawah lebak mempunyai sifat yang sangat heterogen, oleh karena itu pemanfaatan lahan harus sesuai peruntukannya. Sistem penataan lahan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan pengembangan pertanian di lahan sawah lebak sesuai dengan agroekositem setempat. Sistem penataan lahan yang dianjurkan untuk tipologilahan sawah lebak dangkal adalah sistem surjan dan caren. Adapun untuk lahan sawah lebak tengahan dapat dianjurkan untuk ditata dengan sistem hampang (mina padi), sedangkan lahan sawah lebak dalam ditata sebagai sawah lebak dan perikanan. Pengelolaan lahan dengan sistem surjan dan caren memunyai beberapa keuntungan anatara lain stbilitas produksi lebih mantap dan intensitas tanam lebih tinggi dan diversifikasi lebih mudah dilaksanakan.
6.      Rekomendasi Pengembangan Komoditas Pertanian
Lahan perkarangan yang tidak tergenang air, bisa ditanami dengan bebrbagai tanaman buah-buahan seperti pisang dan mangga disamping pemeliharaan ayam buras dan itik. Pada bagian tabukan ditanami padi sistem “joget” sedangkan pada guludannya ditanami palawija, ubi alabio, labu merah, cabe keriting dan sayuran dengan pola tanam padi-padi-palawija.
bagaimana keterkaitan antar unsur dalam lahan sawah lebak

Gambar. Pertanian di Lahan Lebak
Tanaman pangan utama yang diusahakan di lahan sawah lebak adalah padi, sedangkan palawija seperti jagung, kedelai, kacang hijau, kacang tunggak, ubi jalar dan ubi alabio dalam luasan terbatas, biasanya ditanam pada guludan surjan di lebak dangkal.
7.      Rekomendasi Pola Tanam
Berdasarkan pola curah hujan dan kondisi lapangan, pada wilayah ini dapat diterapkan pola tanam dua kali setahun (padi-padi), namun demikian penentuan saat tanam harus dilaksanakan secara tepat. Untuk pertanaman musim hujan (rendeng) adalah bulan Oktober/Nopember, sedangkan untuk musim kemarau (gadu) bulan maret – pertengahan April.
Pola tanam untuk lahan lebak dangkal dan tengahan bisa berupa padi-palawija-padi, sedangkan untuk lebak dalam airnya dapat ditanam padi sekali setahun dengan kombinasi budidaya ikan.

D.     Pelaksanaan Agroekosistem Berkelanjutan Lahan Sawah Lebak
Terminologi pertanian berkelanjutan (susitainable agriculture) sebagai padanan istilah agroekosistem pertama kali dipakai sekitar awal tahun 1980-an oleh pakar pertanian FAO (Food Agriculture Organization) Argoekosistem sendiri mengacu pada modifikasi ekosistem alamiah dengan sentuhan campurtangan manusia untuk menghasilkan bahan pangan, serat, dan kayu, untuk memenuhi kebutuhan dan kesejahteraan manusia. Conway (1984) juga menggunakan istilah pertanian berkelanjutan dengan agro ekosistem yang berupaya memadukan antara produktivitas (productivity), stabilitas (Stability), Pemerataan (equlity), jadi semakin jelas bahwa konsep agroekosistem atau pertanian berkelanjutan adalah jawaban kegamangan dampak green revolution anatara lain di tenggarai oleh semakin merosotnya produktivitas pertanian (leaffing off). Agroekosistem Berkelanjutan yaitu 1) Mempertahankan basis sumberdaya alam; 2) Meminimumkan input buatan dari luar sistem pertanian; dan 3) Mengelola hama dan penyakit melalui mekanisme regulasi internal.
Lahan sawah lebak yang saat ini masih underutilized dengan senjang (gap) produksi aktual dan potensialnya masih besar merupakan salah satu pilihan yang menjanjikan. Lahan lebak adalah lahan yang rejim airnya dipengaruhi oleh topografi dan hujan, baik yang turun setempat maupun di daerah sekitarnya dan mempunyai topograpi yang relatif rendah (cekung). Lebak pematang dan lebak tengahan cocok untuk diusahakan pertanaman padi dan palawija, tetapi untuk rawa lebak dalam biasanya diusahakan untuk kolam ikan dan usahatani ikan dan peternakan itik baik petelur maupun pedaging ataupun ternak kerbau rawa jika memungkinkan. Untuk itu sebelum dilakukan pengembangan lebih lanjut, maka langkah-langkah yang harus perhatikan adalah sebagai berikut:
1.      Identifikasi dan pengelompokan wilayah lebak berdasarkan tipologi lahan, biologi dan fisik lahan, sistem usahatani yang existing, kelembagaan serta sarana dan prasarana yang tersedia.
2.      Desain dan rancangan pengembangan. Dari hasil identifikasi dan pengelompokan wilayah lebak baik dari aspek biofisik dan hidrotopografinya, maka rancangan dan desain pengelolaan lahan rawa lebak dapat dibuat dengan prinsip kesesuaian lahan dengan memperhatikan kawasan permukiman, kawasan budidaya baik untuk tanaman pangan, hortikultura dan peternakan maupun perikanan.
3.      Penumbuhan kelembagaan, peningkatan pengetahuan dan partisipasi petugas dan petani.
4.      Monitoring dan evaluasi. Kegiatan yang dilakukan harus dilengkapi informasi sebelum (before) dan sesudah (after) proyek baik ruang (spatial) maupun waktu (temporal). Kegiatan ini akan dapat dievaluasi sehingga ke depan dapat dibuat skenarioskenario pengembangan lanjutannya.
Paling tidak ada tiga aspek penting yang harus dilakukan perubahan mendasar berkaitan dengan revitalisasi lahan sawah lebak yaitu : (1) revitalisasi sumberdaya manusia (jumlah, jenis dan kualitas), (2) program dan (3) pendanaan. Investasi paling mahal yang harus dilakukan pemerintah dalam pengembangan lahan sawah lebak adalah investasi sumberdaya manusia yang berkualitas, program yang down to the earth dan pendanaan yang proporsional dibandingkan lahan sawah atau lahan kering. Melalui azas proporsionalitas ini, maka akan memunculkan energi dan semangat serta motivasi baru bagi semua pemangku kepentingan dalam pengembangan agroekositem lahan sawah lebak.

E.     Faktor Pendukung dan Faktor Penghambat Agroekosistem Berkelanjutan Lahan Sawah Lebak
Agroekosistem lahan sawah lebak mempunyai sifat, ciri dan watak yang sangat khas dan unik dibandingkan dengan agroekosistem lainnya. Karakter unik tersebut antara lain adalah sifat genangan dan tanahnya yang spesifik. Sehingga dengan hal tersebut agroekositem lahan sawah lebak memiliki faktor pendukung serta faktor penghambat dalam keberlangsunganya. Adapun faktor pendukung dan faktor penghambat agroekosistem lahan sawah lebak sebagai berikut.
1.      Faktor Pendukung
          Walaupun sawah lebak dipandang sebagai wilayah marginal dan rapuh (fragile), tetapi potensi sumber daya lahan dan air sawah lebak sebagai sumber pertumbuhan produksi pertanian, perikanan dan peternakan cukup besar apabila dikelola dengan baik dan tepat. Hal ini dikarenakan lahan sawah lebak memiliki faktor pendukung antara lain:
a.    Biodiversity atau Keragaman Hayati Sawah Lebak Sangat Tinggi.
Oleh karena itu ke depan rawa lebak sangat prospektif dikembangkan tidak saja sebagai sumber pertumbuhan baru produksi pertanian, perikanan, peternakan, tetapi juga menyangkut sebagai pengejawantahan lingkungan.
b.    Kawasan Reservoir Air.
Fungsi ekologisnya yang juga penting antara lain sebagai kawasan reservoir air yang dilepaskan saat kemarau sehingga pencegah kekeringan.
c.    Kawasan Reservat.
Tempat pemijahan ikan dan beberapa hewan liar seperti reptil dan unggas/burung, budidaya itik, kerbau rawa, dan tidak kalah penting sebagai kawasan konservasi alam atau penyangga lingkungan.
d.    Pola Tanam Beragam.
Pola tanam yang dapat dikembangkan di lahan rawa lebak cukup beragam, tergantung pada kondisi lahan, kemampuan petani, permintaan pasar, dan faktor eksternal pendukung seperti transportasi.
e.    Kondisi Lingkungan dan Tipologi
Pemanfaatan lahan rawa lebak untuk pertanian dapat dengan berbagai pola sesuai dengan kondisi lingkungan atau tipologinya Kebanyakan rawa lebak dimanfaatkan untuk budidaya padi sawah pada musim hujan dan kemarau, tetapi karena padi dinilai mempunyai nilai tukar yang rendah maka dapat diversifikasi dengan sayuran, buahbuahan, atau tanaman industri yang mempunyai nilai ekonomi lebih baik. Sayuran seperti terong, cabai, tomat, jagung putih (panen muda), kacang-kacangan, waluh (labu kuning), semangka banyak ditanam pada musim kemarau saat lahan tidak tergenang air.

2.      Faktor Penghambat
Kendala utama yang menjadi faktor penghambat dalam pemanfaatan lahan sawah lebak selama ini adalah genangan yang tinggi dan kadang-kadang datangnya air (kiriman air) secara tiba-tiba dan sukar diduga. Hujan di hulu dapat menimbulkan genangan di kawasan sawah lebak sehingga pada musim hujan genangan meningkat sampai 1-3 meter. Sebaliknya pada musim kemarau terjadi atau kekurangan air akibat penyaliran (drainase) yang cepat dan penguapan yang tinggi. Dampak kekeringan terhadap biogeokimia merupakan masalah inherence (watak bawaan) dari tanah-tanah rawa, yaitu berubah keras dan teguh karena kadar lempung (clay) yang tinggi dan pada gambut berubah dari hidrofilik (suka air) menjadi hidrofobik (benci air). Selain itu juga kekeringan menimbulkan terjadinya ambelasan (subsidence) dan kering tak balik (irreversible drying).

Gambar.  Genangan (Banjir) di Lahan Sawah Lebak 
Sifat kimia tanah dari lahan rawa, terutama lahan gambut dan sulfat masam juga dapat menjadi masam, kahat hara P, Cu, Zn, B, dan kelarutan ion toksis Al, Fe, Mn yang tinggi apabila terjadi kekeringan. Pada kondisi tergenang muncul meningkatnya kelarutan Fe2+, H2S, dan CO2. Tanah-tanah semacam ini memerlukan tingkat pengelolaan menengah atau sedang dengan perbaikan pengelolaan air dan tanah secara komprehensif.
Keberhasilan pertanian di lahan rawa lebak sementara ini sangat ditentukan oleh ketepatan penentuan waktu tanam. Hal ini disebabkan karena waktu kering kadangkadang sangat pendek hanya 3-4 bulan sehingga banyak tanaman yang belum mencapai waktu panen, tanaman tenggelam akibat datangnya air yang sukar diduga. Olek karena itu pemilihan komoditas dan varietas yang berumur pendek dan toleran terhadap kondisi lahan lebak diperlukan mutlak.
Sumber
Noor, Muhammad, Fadjry. 2007. Peluang Dan Kendala Pengembangan Pertanian
Pada Agroekosistem Rawa Lebak : Kasus Desa Prima Tani Di Kalimantan Selatan
 [Diunduh tanggal 18 Agustus 2018]

[Diunduh tanggal 20 Agustus 2018]


Subagyo, A. 2006. Lahan rawa lebak. Dalam Didi Ardi S et al. (eds.). Karakteristik dan Pengelolaan Lahan Rawa. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian. Bogor. 

Komentar

Penyuluh Pertanian Jawa Barat

Konsep, Prinsip dan Tujuan PHT

Budidaya Kacang Panjang